banner 728x90
banner 728x90
banner 728x90
Probolinggo

Pembangunan Mandek, Refocusing Anggaran Jadi Alibi Pemerintah Kabupaten Probolinggo

×

Pembangunan Mandek, Refocusing Anggaran Jadi Alibi Pemerintah Kabupaten Probolinggo

Sebarkan artikel ini
Badrul Nurul Hisyam, Sekretaris Bidang II PC PMII Probolinggo./ Istimewa

PROBOLINGGO – Refocusing anggaran sejatinya dirancang sebagai strategi nasional guna memperkuat efisiensi fiskal sekaligus mengakselerasi pelaksanaan program prioritas.

Namun di tingkat lokal, khususnya di Kabupaten Probolinggo, kebijakan ini justru berubah arah menjadi narasi politis yang cenderung digunakan sebagai tameng atas stagnasi pembangunan yang belum menyentuh harapan masyarakat.

Melalui pernyataan mantan Pj Bupati, Ugas Irwanto, pemerintah daerah menyebut refocusing sebagai peluang emas dalam rangka memperkuat program 100 hari kerja. Namun kenyataan di lapangan berbicara lain.

Penurunan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dan masih tingginya angka kemiskinan menunjukkan bahwa arah pembangunan belum berpihak pada perbaikan kualitas hidup warga secara menyeluruh.

Target IPM Kabupaten Probolinggo pada tahun 2024 ditetapkan sebesar 71,26. Namun, capaian aktual hanya mencapai 70,85. Ini bukan sekadar kegagalan teknis, melainkan cerminan lemahnya arah kebijakan yang diambil.

Ironisnya, penurunan tersebut terjadi di tengah lonjakan belanja anggaran untuk program percepatan pembangunan. Wajar jika publik mempertanyakan untuk siapa sebenarnya dana refocusing ini diarahkan?

Situasi serupa terjadi dalam isu kemiskinan. Meskipun tercatat adanya penurunan dari 17,19% menjadi 16,45% pada 2024, capaian itu tetap belum menyentuh target ideal sebesar 16,00%.

Baca Juga:  Jalan Rusak di Krucil Bikin Resah, DPRD Probolinggo Janji Perbaikan Segera

Program penanggulangan kemiskinan pun tampak berjalan normatif dan belum menyentuh akar persoalan.

Pendekatannya cenderung tidak adaptif terhadap realitas sosial-ekonomi masyarakat, terutama di kawasan pedesaan yang menghadapi keterbatasan layanan dasar dan ketidakstabilan sumber penghidupan.

Alih-alih menjadi momentum untuk koreksi dan perbaikan, refocusing anggaran justru dimanfaatkan sebagai pembenaran atas kegagalan tata kelola pembangunan.

Pemerintah daerah terlihat lebih sibuk menyusun narasi keberhasilan ketimbang melakukan evaluasi reflektif terhadap kelemahan strategi pembangunan yang selama ini dijalankan.

Padahal masyarakat Kabupaten Probolinggo tidak membutuhkan retorika manis, melainkan transparansi dan langkah nyata.

Jika program 100 hari kerja hanya diisi proyek-proyek seremonial tanpa daya ungkit sosial yang nyata, maka pemerintah daerah hanya akan mengulang kesalahan yang sama: membangun dari atas tanpa mendengarkan suara dari bawah.

Refocusing seharusnya menjadi pijakan awal untuk mengevaluasi secara menyeluruh, bukan malah menjadi tameng politik. Pemerintah daerah dituntut untuk berpihak pada rakyat, bukan sekadar merawat citra di atas panggung kekuasaan.

Oleh: Badrul Nurul Hisyam, Sekretaris Bidang II PC PMII Probolinggo