BOLINGGO.CO – Harjo Mislan, seorang jemaah haji tertua di Indonesia usianya 110 tahun, saat ia turun dari bus dengan dibantu oleh petugas, ia sambil memegang mawar merah dan tongkat. Wajahnya datar tanpa ekspresi. Kedatangannya disambut oleh Petugas Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi dan jemaah lainnya.
Mbah Harjo, begitu ia disapa, duduk di kursi roda dan diantar ke lobi Hotel Dar Al Naem di Sektor 1 Daerah Kerja (Daker) Madinah. Tanpa banyak bicara, ia hanya diam saat ditanya tentang kabar dan kesehatannya, tampaknya ia bingung dan berusaha mengenali orang disekelilingnya.
Wajah Mbah Harjo yang usianya 110 tahun itu baru berubah ketika ia melihat lambang bendera merah putih pada seragam petugas haji asal Indonesia dan lalu ia bertanya. “Merah putih?,” tanya mbah tersebut kepada petugas Media Center Haji, dikutip dari laman Kemenag RI, Minggu (19/5/2024).
Lalu setelah mbah Harjo itu bertanya, petugas Media Center Haji langsung meresponsnya. “Iya Mbah, ini petugas haji Indonesia. Sekarang ini Mbah sudah di Madinah. Ini semua petugas haji yang ada di sini,” jawabnya.
Sehabis petugas tersebut menjawab, mbah Harjo menganggukan kepalanya, Ia juga mengakui perjalanan dari Surabaya ke Madinah melelahkan, tetapi ia merasa senang dan sehat di Madinah. Dalam percakapan tersebut, terungkap bahwa Mbah Harjo adalah pejuang kemerdekaan tahun 1945 yang pernah berperang melawan Belanda Pakai pentungan.
Sirmat yang merupakan anak dari Mbah Harjo, menjelaskan bahwa ayahnya adalah seorang pejuang veteran. Teman-teman seangkatannya sudah tiada (meninggal) hanya Mbah Harjo yang masih hidup. “Dari kelompok veteran, tinggal Bapak yang masih ada,” kata Sirmat, putra dari Mbah Harjo.
Mbah Harjo, juga seorang pensiunan perangkat desa dan petani, ia tetap aktif di usia lanjut. Sirmat juga menjelaskan bahwa ayahnya tersebut masih bisa berjalan dengan tongkat, dan kursi roda hanya digunakan untuk memudahkan pergerakan. Sebagai antisipasi, Sirmat membawa kursi roda dari Indonesia.
“Sebenarnya Ayah bisa jalan sendiri, pakai kursi roda untuk mempercepat pergerakan saja, agar tidak merepotkan yang lain,” ucap Sirmat.
Anak Mbah Harjo juga mengatakan jika pendengaran Mbah Harjo tidak optimal, sehingga untuk berkomunikasi, perlu menggunakan suara yang lebih keras. “Jadi kalau ngomong harus agak keras suaranya,” katanya.
Dalam perjalanan ibadah haji, Mbah Harjo tidak hanya didampingi oleh anaknya saja, tetapi ia juga didampingi oleh menantu dan besannya yang ikut serta dalam perjalanan ibadah haji.