BOLINGGO.CO – Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas mengadakan pertemuan dengan Majelis Masyayikh di Kantor Pusat Kementerian Agama Jakarta. Pertemuan ini bertujuan untuk membahas langkah-langkah yang diperlukan untuk memberikan pengakuan kepada santri dan Ma’had Aly.
Pertemuan tersebut dihadiri oleh Plt Dirjen Pendidikan Islam Prof Abu Rokhmad, Sekretaris Ditjen Pendidikan Islam Rohmat Mulyana Sapdi, dan kepala subdit dari Direktorat Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren. Turut hadir juga Ketua Majelis Masyayikh KH. Abdul Ghaffar Rozin, Sekretaris Majelis Masyayikh KH. Muhyiddin Khotib, bersama dua anggota Majelis Masyayikh lainnya, yaitu Nyai Amrah Kasim dan Nyai Badriyah Fayumi, serta sejumlah tenaga ahli.
Majelis Masyayikh merupakan lembaga independen yang mewakili Dewan Masyayikh dalam merumuskan dan menetapkan sistem penjaminan mutu pendidikan pesantren. Fungsinya diatur dalam Peraturan Menteri Agama Nomor 31 tahun 2020 tentang Pendidikan Pesantren.
“Kementerian Agama tentunya ingin santri tidak menjadi golongan masyarakat yang terpisah dari negara ini. Rekognisi bagi lulusan Ma’had Aly dapat ikut seleksi CPNS merupakan langkah awal untuk memberikan hak-hak santri sebagai warga negara yang terpelajar. Saya mengajak Majelis Masyayikh untuk bekerja sama dalam hal ini, memperjuangkan hak santri dalam hal pemetaan kompetensinya,” kata Menag, Rabu (25/4/2024).
“Kami akan mengadakan forum pertemuan rektor Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (PTKIN) dengan mudir Ma’had Aly. Ini sebagai upaya untuk menguatkan kolaborasi antar lembaga pendidikan di bawah naungan Kementerian Agama,” ucap Yaqut.
Inisiatif Gus Men memperoleh sambutan hangat dan dukungan dari Majelis Masyayikh. KH. Abdul Ghaffar Rozin, Ketua Majelis Masyayikh, menyatakan bahwa forum pertemuan antara rektor PTKIN dan mudir Ma’had Aly memiliki strategi yang penting. Forum ini dapat menjadi landasan pertama untuk mengembangkan dan menyebarkan peran lembaga pendidikan pesantren.
“Kami berusaha bekerja dengan cepat, namun hati-hati dalam memperjuangkan rekoginisi santri. Kami melibatkan berbagai stakeholders agar keterlibatan pesantren maksimal. Upaya yang kami lakukan antara lain memberikan pendampingan dalam penyusunan Perda (Peraturan Daerah) yang menjadi turunan dari UU Pesantren,” kata Kiai Rozin.
“Kami juga mendorong terbitnya Pergub (Peraturan Gubernur) yang lebih jauh memberikan payung hukum yang sah atas pesantren,” lanjutnya. (*)