BOLINGGO.CO – Silaturahim pertemuan rutin Yayasan Sataretanan Sumenep Berdaya yang diselenggarakan Minggu, (4/8/2024) terasa sangat istimewa. Hanya konsumsi yang tampak konsisten dengan kesederhanaan dan apa adanya.
Dalam acara silaturahim ini mengangkat tema ‘Menakar Visi dan Masa Depan Masyarakat Sumenep’ menghadirkan mantan Bupati Sumenep periode 2010-2020 KH. Dr. Busyro Karim. Tampak juga beberapa Pengasuh Pondok Pesantren yang ada di wilayah Sumenep, diantaranya Kiai Hazmi Basyir, KH. Mawardi, Kiai Affan, Kiai Faris, dan juga pembina Yayasan Sataretanan Sumenep Berdaya yakni KH. Dr. Muhammad Shalahuddin A. Warits.
Kiai Busyro Karim menyampaikan bahwa zaman saat ini begitu cepat mengalami perubahan. Dulu masyarakat Madura khususnya Sumenep yang dikenal sebagai kota santri telah mengalami degradasi orientasi. Semula idealis menjadi cenderung pragmatis. Jika ada seseorang ingin mencalonkan diri untuk suatu jabatan publik maka pertanyaan pertama banyak oknum bilang, wani piro? atau berani bayar berapa?
“Tetapi kita tidak perlu terlalu risau, lanjutkan Abuya, nalar pragmatis yang materialistis itu masih bisa dilawan. Dollar tetap bisa lawan dengan moral oleh jati diri yang bermoral,” ucapnya.
Dalam kesempatan itu, Kiai Hazmi juga menyampaikan bahwa masyarakat cukup takut kepada Allah SWT. Jangan takut pada uang atau sembako. “Janganlah kita menjerumuskan pemimpin dengan tuntutan akan memilih yang BERSE (Beras dan Pesse). Mari belajar jadi pemilih yang cerdas yang bersandar pada integritas dan rekam jejak. Cari informasi sebanyak-banyaknya tentang calon dan diskusikan dengan ahlinya,” tegasnya.
Bagi KH. Muhammad Shalahuddin A. Warits yang akrab disebut Ra Mamak mengungkapkan, saat ini kita punya momen yang penting untuk melakukan uji publik tentang penyelenggaraan pemerintahan dan bakal calon yang akan memerintah di masa yang akan datang.
”Apakah kita sudah merasa baik-baik saja, nyaman, aman dan sejahtera? Tentu jawabannya akan beragam, bergantung pada subjek yang mengalami interaksi secara langsung ataupun tidak langsung. Namun ketika dirata-rata dengan metode ilmu statistik, kita masih jauh panggang dari api,” kata Ra Mamak.
Lanjut Ra Mamak, bahwa ada lima besar problem masyarakat kita yang belum tertangani secara memadai. Yaitu keterbelakangan dan kemiskinan, soal korupsi, infrastruktur, minimnya lapangan pekerjaan dan percepatan pembangunan kepulauan. Dalam hal ini, seharusnya kita punya pencapaian yang luar biasa.
“Tahun ini, untuk program sanitasi dari satu kementerian saja berkisar 15 Miliyar. Tetapi di wilayah Pasongsongan sepertinya belum ada MCK untuk umum, bahkan banyak warga buang hajat di ladang dan lereng perbukitan. Ini aneh tapi nyata,” ucapnya.
“Lalu kenapa banyak tokoh masyarakat dan tokoh politik takut untuk mencalonkan diri? Kenapa tidak menolak arusisasi calon tunggal? Yang takut itu bukan tokoh-tokoh itu, tetapi oknum tokoh partai politiknya,” lanjutnya.
Lain halnya dengan direktur Sataretanan Sumenep Berdaya, ia begitu prihatin tentang masa depan demokrasi. Selama ini, satu-satunya Kabupaten di Madura yang sistem demokrasinya berjalan baik hanya di Sumenep. Tetapi akhir-akhir jelang Pilkada, seperti sedang menggali kuburnya sendiri.
Banyak oknum tokoh baik itu tokoh masyarakat ataupun tokoh partai tampak memilih tunduk pada oligarki, sangat pragmatis dan berkebijakan seperti tidak miliki hubungan apapun dengan masyarakat. Yang penting diri dan kelompok beruntung dan diuntungkan. Situasi demokrasi Sumenep kita sangat mengenaskan.