LOKAL PRIDE – Jaran Bodhag, seni pertunjukan tradisional yang berakar dalam budaya Masyarakat Probolinggo, Jawa Timur, menandakan warisan kultural yang mendalam. Keberadaannya diyakini telah ada sejak zaman Kerajaan Majapahit, diperkenalkan oleh tokoh bernama Mbah Namengjoyo, yang terkenal karena peranannya dalam membabat hutan Lumbang pada tahun 1700.
Pada awal periode Kemerdekaan Indonesia, Jaran Bodhag mulai memperoleh perhatian, terutama dari kalangan masyarakat pinggiran dan kurang mampu. Mereka yang terpesona oleh pertunjukan kuda, khususnya Jaran Kencak, di mana kuda dilatih menari dan dihiasi dengan pakaian serta aksesori yang memukau. Namun, keterbatasan ekonomi menghambat mereka untuk memiliki atau menyewa kuda.
Dalam usahanya untuk tetap merayakan seni tradisional, mereka menciptakan solusi kreatif dengan membuat kuda tiruan dari kayu. Kuda tiruan ini dirancang menyerupai kepala dan leher kuda, kemudian dipadukan dengan perlengkapan dan aksesori lengkap, menciptakan seni pertunjukan yang kemudian dikenal sebagai Jaran Bodhag. Perubahan ini memungkinkan seni ini untuk tetap hidup dan berkembang, meskipun dengan penyesuaian yang memadukan tradisi dengan kreativitas.
Pertunjukan Jaran Bodhag melibatkan dua orang pembawa Jaran Bodhag dan dua orang penari pengiring yang disebut Janis. Pemain Jaran Bodhag memakai pakaian yang mencolok dan menarik, menciptakan tampilan yang memikat. Mereka diarak dengan iringan musik tradisional, termasuk kenong telo, sronen (seruling Madura), kendang, tambur, saron, dan gong, menambahkan elemen khas Jawa Timur dalam setiap penampilan.
Tidak hanya sekadar pertunjukan, Jaran Bodhag juga terkait erat dengan upacara sesajen. Dua jenis sesajen dipersembahkan, satu untuk tuan rumah dan satu untuk pemain, gamelan, serta pengantin. Sesajen untuk tuan rumah berupa berbagai barang yang diikat pada tali, kemudian digantung di depan panggung untuk dipergunakan selama pertunjukan.
Waktu pertunjukan tiba, barang-barang sesajen tersebut dijadikan lagu dengan bentuk pantun, menciptakan suatu pengalaman yang mendalam bagi penonton. Sementara sesajen untuk pemain, gamelan, dan pengantin terdiri dari berbagai bahan, seperti kelapa, beras putih, ayam hidup, tandan pisang, jajan tujuh rupa, sirih, pinang, gula, kopi, cengkeh, tembakau, santan, kemenyan, dan lainnya.
Meskipun awalnya dianggap sebagai hiburan untuk kelas bawah, Jaran Bodhag telah melampaui batas-batas itu. Seni pertunjukan ini menjadi bagian integral kehidupan masyarakat Kota Probolinggo dan diakui sebagai Situs Warisan Budaya Tak Benda oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 153992B/MPK.A/DU/2014 pada tanggal 17 Oktober 2014. Serta menjadi kebanggaan masyarakat setempat.
Jaran Bodhag tidak hanya bertahan sebagai warisan tradisional, tetapi juga bertransformasi menjadi kesenian yang merakyat. Saat ini, pertunjukan Jaran Bodhag tidak hanya dipersembahkan dalam acara lokal, tetapi juga meramaikan perayaan nasional, pembukaan kantor atau usaha, dan berbagai acara perkumpulan warga, memperkuat identitas budaya dan keberagaman seni di Indonesia.