BOLINGGO.CO – Tajhin Sora, atau yang dikenal sebagai Bubur Sora, merupakan salah satu tradisi khas dari daerah Tapal Kuda (Pasuruan, Probolinggo, Lumajang, Jember, Situbondo, Bondowoso dan Banyuwangi) dan Madura, hal ini sangat menarik untuk dibahas.
Melansir dari berbagai macam sumber. Hidangan ini tidak hanya sekadar bubur, akan tetapi juga memiliki makna dan cerita yang mendalam, terkait dengan peristiwa penting dalam sejarah agama Islam.
Secara harfiah, Tajhin Sora berasal dari kata “Tajhin” yang berarti bubur, dan “Sora” yang merujuk kepada bulan Muharram atau bulan Asyura. Bulan ini memiliki makna penting bagi umat Islam karena di dalamnya terdapat peristiwa penting dalam sejarah Nabi Nuh, yakni ketika beliau dan pengikutnya (umat) selamat setelah banjir besar yang melanda bumi.
Hidangan ini disajikan dengan bubur beras yang dimasak dengan tambahan santan dan garam sedikit sehingga rasanya sangat khas dan berbeda dari bubur-bubur lainnya. Selain itu, bubur ini juga diberi sayur ketan (kuah pateh) dan irisan telur dadar di atasnya. Beberapa variasi modern juga menambahkan topping seperti udang, kacang tanah, abon. Tergantung selera sipembuat untuk menambah cita rasa yang lezat.
Tradisi berbagi (Ter-aterran) Tajhin Sora di daerah Tapal Kuda maupun Madura menjadi momen yang sangat istimewa, terutama saat memasuki bulan Muharram. Praktik ter-ateran ini tidak memandang strata sosial, melainkan lebih kepada semangat kebersamaan antara tetangga, kerabat dekat, dan komunitas secara luas. Baik yang kaya maupun miskin, semua turut serta dalam membagikan dan menerima hidangan ini sebagai bentuk solidaritas dan kebersamaan yang dalam.
Tajhin Sora juga memiliki nilai simbolis yang mendalam dalam sejarah agama Islam, mengingatkan umat akan ketahanan dan keteguhan Nabi Nuh serta pengikutnya dalam menghadapi cobaan yang besar. Cerita ini, yang terdapat dalam kitab-kitab ulama klasik, menjadi bagian integral dari makna hidangan ini.
Kuliner ini bukan hanya terkenal di Tapal Kuda dan Madura, Tajhin Sora juga dikenal di beberapa negara seperti Brunei Darussalam dan Malaysia, di mana hidangan ini menjadi bagian penting dari tradisi buka puasa Asyura’.
Dengan demikian, Tajhin Sora bukan sekadar hidangan tradisional, tetapi juga simbol kebersamaan, keberkahan, dan peringatan akan nilai-nilai sejarah yang diwariskan melalui generasi. Keunikan dan makna dalam setiap hidangan kuliner tradisional seperti Tajhin Sora memperkaya ragam budaya dan menjalin kekuatan sosial yang kuat dalam masyarakat.