BOLINGGO.CO – Kapolresta Malang Kota, Kombes Budi Hermanto, menjelaskan bagaimana penganiayaan yang dialami oleh babysitter bernama IPS (27) terhadap anak selebgram Aghnia Punjabi. Kejadian ini dimulai pada hari Kamis (28/3/2024) sekitar pukul 4.18 WIB dini hari, saat mendekati waktu imsak di rumah orang tua korban di perumahan di Lowokwaru, Malang.
“Berawal perkara ini dari informasi suster kepada orang tua korban di mana anaknya mengalami cidera akibat jatuh, ada memar di bagian mata kiri dan kening bagian tengah atas,” kata Kombes Budi Hermanto, Sabtu (30/3/2024).
Saat itu, orang tua korban sedang berada di Jakarta. IPS memberi tahu Aghnia bahwa korban sakit karena jatuh dan mengalami pembengkakan mata. Namun, orang tua korban meragukan cerita tersebut.
“Pada saat dikirim foto muncul kecurigaan sehingga orang tua korban membuka DVR CCTV yang ada di dalam kamar (kamar korban) di mana suster dan korban berada,” kata Budi.
Ketika diperiksa, orang tua korban melihat bahwa IPS melakukan tindakan kekerasan terhadap anaknya, termasuk memukul, menjewer, mencubit, dan bahkan menindihnya.
Setelah orang tua korban tiba di Malang, polisi segera berkoordinasi dan mendatangi rumah Aghnia. Mereka memeriksa rekaman CCTV dan mencocokkannya dengan petunjuk yang ditemukan di lokasi kejadian.
“Dari sudut CCTV yang ada, persesuaian sama dengan bentuk kamar dengan yang terlihat di CCTV, begitu juga boneka panda dan sarung bantal. Sehingga patut diduga kejadian ini benar-benar telah dilakukan,” katanya.
Setelah itu, penyidik segera membuat laporan polisi, memulai penyelidikan, memeriksa saksi-saksi, melakukan pemeriksaan visum, dan menyiapkan tim trauma healing untuk memberikan dukungan kepada korban.
IPS juga diamankan oleh polisi di rumah tersebut. Dia kemudian diperiksa secara menyeluruh mulai dari Jumat sore hingga Sabtu pagi (30/3/2024) Setelah mengumpulkan bukti dan keterangan saksi yang lengkap, dia ditetapkan sebagai tersangka.
“Jadi motif berdasarkan hasil penyidikan dalam BAP, pengakuan tersangka motifnya, tersangka ini merasa jengkel dengan korban, karena korban ingin diobati karena bekas cakaran yang ada di tubuh korban namun korban menolak tidak mau,” ucap Danang.
Danang juga menyatakan bahwa selain pengakuan dari tersangka, tindakan tersebut dilakukan karena beberapa faktor pendorong personal lainnya. “Ada salah satu anggota keluarga tersangka yang sedang sakit, namun itu tidak jadi alasan pembenaran apapun kekerasan terhadap anak,” katanya.
Budi juga mengatakan selain menangkap tersangka, polisi juga menyita sejumlah barang bukti seperti boneka, buku, dan rekaman CCTV. “Dengan ancaman hukuman penjara 5 tahun tindakan kekerasan dengan benda atau barang dan ancaman paling banyak Rp100 juta,” ujarnya.
Tersangka IPS dihadapkan pada ancaman Pasal 80 ayat 2 Undang-Undang (UU) No 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, serta pasal subsider Pasal 80 ayat 2 UU No 35 Tahun 2014 tentang Perubahan UU Nomor 23 tahun 2002. (*)